JAKARTA – Pemerintah meminta kontrak perjanjian jual beli gas antara produsen dengan konsumen dievaluasi karena tidak memiliki kepastian kontrak.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, ketidakpastian itu terjadi lantaran fluktuasi harga gas sering menyebabkan perubahan klausul di tengah kontrak jual beli gas yang sedang berjalan.
Sebab itu, pihaknya meminta agar kontrak harga jual beli gas berbasis price review bisa dite tapkan di awal dengan mem pertimbang kan fluktuasi harga gas. “Price review ini tolong dievaluasi kembali karena menurut saya ini merupakan sumber masalah.
Kalau terjadi perubahan harga di tengah kontrak ini akan merepotkan pemerintah karena mereka bu tuh me diasi dari kami ka lau har ganya tidak co cok,” ujar dia di acara The 7th International Indonesia Gas Infrastructure Confe rence & Ex hib ition IndoPIPE 2018, di Hotel Pullman, Jakarta, kemarin.
Dia mencontohkan, dari kontrak jual beli gas awal yang ditetapkan, misalnya harga jual gas untuk industri sebesar USD6 per MMBTU. Namun, ketika harga gas naik di tengah kontrak, maka produsen gas masih memiliki peluang menyesuaikan harga misalnya menjadi USD8 per MMBTU.
“Kenapa bisa USD8 per MMBTU karena di kontrak memungkinkan untuk review harga. Saya nggak tahu, apakah price review bagus atau tidak, ka rena menurut saya itu sum bermasalah,” ujar dia.
Menurut dia, jika review harga dilakukan, itu tentu butuh kemauan atau kerelaan dari masing-masing pihak. Namun jika tidak, butuh bantuan mediasi dari pemerintah. Untuk itu, para pelaku usaha di sektor gas bumi diminta mengukur risiko ke depan dan menyusun cara penetapan harga yang terbaik.
“Jadi, pekerjaan price review menguntungkan atau tidak, tolong ini dievaluasi. Ada cara yang sudah diterapkan di kontrak bagaimana kalau harga naik atau harga turun buat perjanjian yang disepakati kedua pihak,” ujarnya.
Arcandra mengatakan kepastian harga jual beli gas akan mendorong harga gas lebih kompetitif. Pasalnya, sejauh ini tinggi rendahnya harga gas tergantung infrastruktur gas. “Kalau bicara harga gas kita bicara infrastruktur.
Indonesia punya harga di bawah USD4 per MMBTU, ada juga yang USD12 per MMBTU tergantung infrastrukturnya,” katanya. Direktur Utama PT Per-usahaan Gas Negara Tbk (PGN) Gigih Prakoso mengakui, jika perubahan harga gas di tengah kontrak yang sedang berjalan sering menimbulkan dispute antara penjual dengan pembeli.
Pihaknya siap mengevaluasi supaya tidak terjadi dispute. “Mungkin perlu ditindaklanjuti secara detail bagaimana menetapkan harga gas sehingga pada saat tertentu tidak terjadi dispute ,” ujar dia.
Gigih juga mengatakan, holding migas yang telah ber jalan akan membawa harga gas lebih kompetitif. “Di samping itu, integrasi PGN dan Pertagas di ba wah Pertamina akan memperkuat infrastruktur gas nasional,” ujarnya.
Akuisisi Pertagas
Gigih mengatakan, proses akuisisi Pertagas masih terus berjalan. Pihaknya berharap proses akuisisi bisa segera selesai. “Proses akuisisi Pertagas diawali dengan pembayaran transaksi pengambilalihan 51% saham Pertagas dengan target dilaksanakan akhir September ini,” kata dia.
Pembayaran tersebut, kata Gigih, merupakan tahap pertama dari rencana dua tahap pelunasan transaksi akuisisi Pertagas dengan total nilai Rp16,6 triliun. Adapun pembayaran dua tahap itu sudah disepakati bersama.
Rinciannya pembayaran mayoritas saham Pertagas tahap pertama menggunakan dana kas internal PGN. Sementara untuk tahap kedua menggunakan pendanaan yang dicari PGN. Pada kesempatan sama, Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan, proses holding migas telah mencapai tahapan yang penting.
Pihaknya berharap tujuan-tujuan baik di dalamnya bisa segera terwujud. “Harapan kami, Holding BUMN Migas ini dapat menciptakan kedaulatan dan ketahanan energi yang pastinya membawa manfaat untuk masyarakat dan negara,” kata Rachmat.
Sumber: http://koran-sindo.com/page/news/2018-09-26/2/0/Pemerintah_Minta_Kontrak_Jual_Beli_Gas_Dievaluasi